Wednesday 25 November 2009

Hee Ah Lee - Tampil di Sekolah IPEKA

Pada hari Sabtu 21 Nopember 2009 lalu, Hee Ah Lee kembali tampil di Balai Kartini Jakarta, pada konser Ulang Tahun ke 30 Sekolah IPEKA yang bertajuk "Anak-anak Cemerlang". Kedatangan Hee Ah Lee adalah atas undangan Sekolah Kristen Iman Pengharapan dan Kasih (IPEKA) bekerja sama dengan PT EBM (Alias EBM Communications) selaku manajemen dan Promotor Hee Ah Lee untuk wilayah Asia Pasifik.

Pada konser yang diselenggarakan di Ruang Nusa Indah Theatre - Balai Kartini itu, juga dimeriahkan oleh dua artis Indonesian Idol yaitu Delon, Dirly, dengan dipandu oleh MC Becky Tumewu & Imelda Francisca (Miss Indonesia). Konser tersebut di gelar dalam 2 sesi yaitu pada pukul 14.00 WIB untuk Komunitas Sekolah IPEKA dan pukul 18.00 WIB dibuka untuk umum.

Hee Ah Lee secara khusus berkolaborasi dengan Orchestra yang beranggotakan siswa-siswi IPEKA membawakan lagu Amazing Grace. Selain itu Heeah juga memainkan beberapa lagu lainnya seperti :

1.Joyful, Joyful
2.Ahrirang
3.Ballade pour Adelaide
4.Fantasia Impromptu
5.Kanon
6.Bunda - Melly Goeslow

Lagu Bunda dinyanyikan oleh Heeah Lee sambil memainkan piano dengan kemampuan keempat jarinya yang luar biasa telah memukau begitu banyak pasang mata yang hadir pada konser tersebut.

Sekolah Kristen IPEKA secara khusus menghadirkan Hee Ah Lee pada acara Ulang Tahun ke 30 ini, guna memberikan motivasi kepada para komunitas sekolah dengan mengambil contoh dari kehidupan Hee Ah Lee. Kekuatan cinta seorang Ibu yang begitu sabar & telaten dalam mendidik dan membesarkan Hee Ah Lee hingga menjadi sosok yang begitu luar biasa dengan segala kekurangan yang dimilikinya. Ia mampu membuktikan kepada dunia bahwa ia bukan saja sosok yang "berbeda" tetapi juga memiliki talenta yang telah teruji dalam segala kekurangannya.

Hee Ah Lee berada di Jakarta selama 5 hari dari Rabu 18 November 2009 dan telah kembali ke Korea pada Minggu 22 November 2009.

Hubungi: PT EBM (Alias EBM Communications) untuk mendatangkan Hee Ah Lee guna menyemarakkan event atau kegiatan dilingkungan perusahaan/komunitas anda diseluruh Indonesia. Tel: (021) 7591 0770; 7097 0506 atau email: esio@ebm.co.id atau adit.arya@ebm.co.id.

Selengkapnya...

Friday 14 August 2009

Hee Ah Lee - The Four Fingered Pianist


Empat Jari Anugerah Hee Ah Lee

"Terlahir cacat itu bagiku merupakan anugerah spesial dari Tuhan. Aku
sampaikan pesan bahwa kalian bisa melakukan apa pun," kata Hee Ah Lee
(21), pianis asal Korea yang terlahir dengan empat jari.

Ode to Joy karya Beethoven itu mengalun dari piano Hee Ah Lee di
Lagoon Tower, Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (28/3) pagi. Itu hanya
bagian repertoar sehari-hari Hee, selain juga nomor populer Ballade
Pour Adeline, Hungarian Dance dari Brahms, sampai karya Chopin
Fantasie Impromptu. Hee memainkan karya itu dengan empat jari.

Ia menderita lobster claw syndrome. Pada masing-masing ujung tangan
Hee terdapat dua jari yang membentuk huruf V seperti capit kepiting.
Kakinya hanya sebatas bawah lutut hingga tak dapat menginjak pedal
piano standar. Untuk bermain piano, pedal sengaja ditinggikan agar
bisa diinjak oleh kakinya yang pendek itu. Ia juga mengalami
keterbelakangan mental. Kondisi semacam itu mungkin akan dibahasakan
orang sebagai kekurangan. Akan tetapi, Hee menyebutnya sebagai,
"Special gift, anugerah spesial dari Tuhan." Ia bisa memainkan Piano
Concerto No 21 dari Mozart bersama orkes simfoni. Ia mendapat sederet
penghargaan atas keterampilan bermain piano. Ia berkeliling dunia,
termasuk bermain bersama pianis Richard Clayderman di Gedung Putih,
Washington, Amerika Serikat. "Aku berkeliling dunia. Aku bermain piano
dari sekolah ke sekolah untuk memberi motivasi kepada kaum muda bahwa
mereka bisa melakukan apa pun kalau berusaha," kata Hee. Kasih ibu Hee
akan tampil dalam konser Sharing The Strength of Love di Balai
Kartini, Jakarta, pada Sabtu (31/3) malam yang digelar promotor Empang
Besar Makmur (EBM) bekerja sama dengan Radio Delta FM 99.1 Jakarta dan
koran Korea HannhPress. Hee hadir untuk memberi inspirasi kepada orang
tentang kekuatan kasih yang mengubah "kekurangan" menjadi kekuatan.

Hee lahir dari Woo Kap Sun (50). Woo telah mengetahui sejak awal bahwa
anaknya akan terlahir cacat. Ayah Hee adalah bekas tentara Korea. "Ada
sanak keluarga kami menganggap itu sebagai aib. Mereka bahkan
menyarankan agar jika kelak lahir, bayi itu dikrim ke panti asuhan,"
kata Woo dalam bahasa Korea lewat penerjemah. Woo menolak saran
tersebut. Ia menerima Hee sebagai kenyataan dan anugerah. Ia pun
menamai anaknya dengan nama indah. Hee dalam bahasa Korea berarti suka
cita. Dan Ah adalah tunas pohon yang terus tumbuh, sedangkan Lee nama
marga. Hee Ah Lee adalah suka cita yang terus tumbuh bagai pohon.

"Ketika lahir saya melihat, ah betapa cantiknya dia. Ini anugerah
Tuhan," kata Woo dengan muka berbinar. "Saya bacakan cerita-cerita
sebelum tidur. Saya nyanyikan lagu-lagu untuk dia dalam buaian,"
lanjut ibu yang tangguh itu. Woo merawat, mendidik dan memperkenalkan
Hee pada kehidupan nyata. Ia memperlakukan Hee sebagaimana anak-anak
lain. Untuk melatih kekuatan otot tangan, Hee diajarinya bermain piano
sejak usia 6 tahun. Saat itu, jarinya belum mampu mengangkat pensil.

Hee mengenang guru piano pertamanya yaitu Cho Mi Kyong sebagai guru
yang keras. Sang guru memperlakukan Hee sebagai murid dengan sepuluh
jari. Ia tidak melatih Hee dengan pertimbangan rasa kasihan karena
kondisi fisik. "Guru saya bilang, jangan bersikap sebagai orang cacat.
Tapi bermainlah sebagai orang normal," kenang Hee yang selalu ramah
dalam bertutur. "Aku berlatih terus hingga lelah dan menangis. Betapa
sulit bermain dengan empat jari. Susah sekali bagiku memainkan notasi
yang bersambungan," kata Hee lagi. Ketika Hee memainkan arpeggio atau
memainkan chord secara melodik dan runut, memang terdengar ada not
yang terlompati. Tapi, itu tidak merusak melodi ataupun mengubah
bangun komposisi. Ia mengaku 70 persen bermain dengan hati dan sisanya
dengan teknik yang ia kondisikan untuk empat jari. Pernah menyerah?
Patah semangat? "Bayangkan Anda makan satu jenis makanan terus
menerus. Aku pernah bosan. Tapi, aku memakannnya terus. Aku berlatih
terus menerus," kata Hee tentang ketekunan. Percaya diri Begitulah,
diam-diam sang ibu menanamkan rasa percaya diri. Ia menggembleng Hee
agar tumbuh mandiri, penuh percaya diri dan bersemangat baja
menghadapi hidup. Bayangkan, untuk bisa memainkan karya Chopin
Fantasie Impromptu, Hee berlatih lima sampai sepuluh jam sehari selama
lima tahun. Hasilnya memang luar biasa. Umur 12 tahun, Hee telah
menggelar resital piano tunggal. "Ibu menanamkan rasa percaya diri
padaku. Bahwa aku harus bisa melakukan segalanya sendiri. Bahwa kalau
aku bisa main piano, aku bisa melakukan apa saja. meski aku tahu itu
makan waktu banyak," ungkap Hee.

Piano menjadi sahabat dan jendela bagi Hee untuk melangkah di pentas
kehidupan. Ia lalui masa kecil dengan bahagia seperti kebanyakan anak-anak.
Ketika ada cercaan orang, Hee menghadapinya secara dewasa. "Teman-teman
ada yang mengatai aku sebagai hantu atau monster. Tetapi, aku menerima itu,"
kata Hee, tetap dengan senyum. "Aku tidak pernah membandingkan diri
dengan orang lain atau merasa beda dengan yang lain. Aku hanya ingin
melakukan sesuatu seperti orang lain," kata Hee pula. He Ah Lee menjadi
inspirasi bagi mereka yang merasa diri sempurna untuk berbuat sesuatu
bagi kehidupan.

FRANS SARTONO (Kompas 29 Maret 2008)
Sumber: http://minoritas03.multiply.com
Selengkapnya...

Thursday 13 August 2009

Hee Ah Lee Story


Summary by:devasutta

Don't judge the book by it''s cover, jangan menilai sesuatu dari
penampilan luarnya saja. Mungkin ini ungkapan yang tepat saat melihat
sosok Hee Ah Lee. Betapa tidak, fisiknya jauh dari ukuran normal.

Tangannya hanya punya empat jari berbentuk capit, sedangkan kakinya
pun pendek sebatas ukuran lutut. Orang pasti akan kasihan melihat
sosok wanita kelahiran Korea 22 tahun lalu ini.

Tapi, rasa kasihan ini akan segera berubah menjadi kekaguman jika
melihat Hee Ah Lee memainkan piano. Bayangkan, nada-nada sulit musik
klasik karya komponis kenamaan seperti Chopin, Beethoven, Mozart, bisa
dimainkannya dengan sangat apik. Padahal, tidak ada not balok dari
musik klasik itu yang khusus dibuat untuk dimainkan dengan hanya empat
jari. Hee sendirilah, yang mengubah empat jarinya sehingga mampu
menari di atas tuts-tuts piano dengan lincah, layaknya sepuluh jari
orang normal. "Dari awal belajar piano memang saya diperlakukan
sebagai orang normal,"sebut Hee.

Terlahir dari seorang ibu bernama Woo Kap Sun, Hee sebenarnya sangat
beruntung. Sebab, Woo yang tahu akan melahirkan bayi cacat dari awal
menolak mentah-mentah anjuran beberapa orang dekatnya untuk menitipkan
anaknya ke panti asuhan setelah lahir. Woo juga yang merawat,
mendidik, dan mengajari Hee seperti orang normal lain. Woo bahkan
menyebut anaknya itu sebagai anugerah Tuhan meski terlahir kurang
sempurna. Ibunya itu juga yang kemudian dengan kesabaran ekstra
mengajari Hee bermain piano sejak usia enam tahun.

Saat mulai main piano, Hee bahkan tidak bisa memegang pensil. Butuh
waktu dan kerja keras, serta dilandasi keuletan yang luar biasa untuk
melatih jari-jari Hee. Belum lagi untuk mengenalkan not balok pada Hee
yang punya keterbelakangan mental. Awalnya, untuk menguasai sebuah
lagu saja, dibutuhkan waktu sekitar satu tahun. Itu pun bisa dilakukan
hanya dengan latihan intensif minimal sepuluh jam dalam sehari.

Sungguh, gabungan cinta kasih seorang ibu ditambah ketekunan Hee
sebagai anak, merupakan sebuah kekuatan yang mampu mengubah kekurangan
dan keterbatasan menjadi kelebihan yang luar biasa. Hee menyebut,
ibunyalah yang telah menggembleng dirinya agar tumbuh mandiri, percaya
diri, dan bersemangat baja menghadapi hidup.

Dengan kemampuan yang diperoleh dari ketekunan dan keuletan berlatih
itu, Hee kini telah berkeliling dunia. Ia menginspirasi orang dengan
keyakinan bahwa tidak ada yang tak mungkin di dunia ini jika kita mau
bekerja keras dan sungguh-sungguh berusaha mewujudkannya. Meski
begitu, sebagai manusia biasa ia pun mengaku pernah mengalami patah
semangat. "Bayangkan Anda makan satu jenis makanan terus menerus
sampai bosan. Tapi, aku memakannya terus. Aku berlatih terus menerus,"
sebut Hee tentang bagaimana menaklukkan kebosanannya.

Kini, sederet penghargaan atas keterampilan bermain piano telah
diterimanya. Ia juga telah mempunyai album musik sendiri berjudul
Hee-ah, Pianist with Four Finger. Dengan berbagai kelebihan yang
diolah dari kekurangan itu lah, kini ia juga mempunyai kehendak lain
yang mulia, "Aku akan berkeliling dunia, bermain piano dari sekolah ke
sekolah untuk memberi motivasi kepada kaum muda bahwa mereka bisa
melakukan apa pun kalau berusaha," kata Hee.

Sungguh, sosok Hee Ah Lee adalah gambaran nyata keteladanan seseorang
dengan ketekunan yang luar biasa. Hanya dengan keyakinan, keuletan,
dan kerja keras disertai semangat pantang menyerah, seseorang dapat
merubah nasibnya. Jika Hee yang kurang sempurna saja mampu, bagaimana
dengan kita yang terlahir sempurna? Tinggal keyakinan dan tekad kuat
disertai usaha sungguh-sungguh lah yang akan merubah kita.
Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/; Oktober 25, 2007

Selengkapnya...

Sosok Hee Ah Lee

Ditulis Oleh: Lisa Nuryanti,
Motivator dan Director Expands Consulting & Training Specialist

Tuti sedih sekali. Target penjualan bulan lalu tidak tercapai.
Masalahnya, Tuti baru diangkat sebagai manajer pemasaran. Bulan lalu
adalah bulan pertama dia menjabat sebagai manajer.

Hasil penjualan bulan lalu adalah hasil kerjanya yang pertama. Waktu
awal bulan, Tuti sangat optimistis. Tapi ternyata setelah dijalani,
aduh beratnya. Sulitnya bukan main. Banyak pelanggan yang
kelihatannya pasti akan dapat membantu meningkatkan penjualan,
ternyata hingga akhir bulan belum ada realisasi. Gagal!

Bulan kedua ini memang sempat dimulai dengan optimisme tinggi. Tapi,
hingga sekarang belum tampak ada tanda-tanda peningkatan penjualan
yang signifikan. Tuti jadi malu. Dia juga mulai meragukan
kemampuannya sendiri dalam memimpin. Jangan-jangan dia tidak berbakat
sebagai pemimpin. Jangan-jangan dia tidak memiliki bakat menjual.
Jangan-jangan dia memang tidak mampu bekerja di bidang ini.

Dalam kondisi perasaan yang campur aduk antara putus asa, marah pada
dirinya sendiri, dan marah kepada semua orang, Tuti teringat Hee Ah
Lee. Jumat pekan lalu, kisah hidup dan konser tunggal Hee Ah Lee di
Balai Kartini, Jakarta, ditayangkan di Metro TV.


Hee Ah Lee adalah seorang gadis Korea Selatan berumur 22 tahun,
pianis dunia yang terkenal, yang sering berkeliling dunia untuk
mengadakan konser piano. Dia bahkan pernah bermain piano di Gedung
Putih.

Sebelum lahir, orangtuanya telah diberitahu bahwa anaknya akan lahir
cacat. Bahkan ada sanak keluarga yang menyarankan agar mereka
langsung mengirimkan anaknya tersebut ke panti asuhan segera setelah
lahir.

Hee Ah Lee lahir dengan kedua tangan menderita lobster claw syndrom
di mana masing-masing tangannya hanya memiliki dua jari yang
bentuknya mirip capit udang. Selain itu, kedua kakinya hanya sampai
batas lutut. Yang lebih menyedihkan, Hee Ah Lee juga mengalami
keterbelakangan mental. Benar-benar lengkaplah penderitaannya. Tapi
pasangan suami-istri ini melihat anaknya sebagai anugerah Tuhan.
Mereka merawatnya dengan penuh kasih sayang.

Pada usia enam tahun, Hee Ah Lee belum bisa memegang pensil. Untuk
menguatkan otot tangan dan kakinya, serta untuk melatih gerakan
motorik tangan dan kakinya, maka dokter menganjurkan agar Hee Ah Lee
bermain piano. Tak disangka-sangka, keterampilan bermain piano ini
ternyata nantinya akan membuka jendela dunia bagi Hee Ah Lee.

Meskipun melalui perjuangan berat dan air mata, Hee Ah Lee berlatih
piano setiap hari. Kadang-kadang untuk memainkan sebuah lagu, dia
memerlukan waktu satu tahun. Malah untuk memainkan salah satu karya
Chopin, dia berlatih sekitar lima sampai sepuluh jam setiap hari
selama lima tahun. Untuk satu buah lagu!

Ketika Tuti melihat konser Hee Ah Lee di televisi, dia menangis
karena terharu. Kagum sekali melihat Hee Ah Lee yang begitu percaya
diri. Tidak malu dengan kekurangannya. Hee Ah Lee yang tingginya
hanya 104 cm ternyata berjalan sendiri dipanggung dan berbicara
kepada para penonton dengan penuh percaya diri.

Padahal kalau dipikir-pikir, Hee Ah Lee memiliki alasan yang sangat
kuat untuk gagal. Orang yang berjari 10 saja masih sulit belajar
piano, eh, dia hanya berjari empat. Orang lain memiliki kaki yang
sehat dan kuat untuk menginjak pedal piano, eh, dia kakinya hanya
sebatas lutut. Orang lain memiliki kecerdasan sesuai dengan usianya,
eh, dia menderita keterbelakangan mental. Aduuh!

Tuti merasa malu terhadap dirinya sendiri. Selama ini Tuti sering
merasa rendah diri. Apalagi sekarang, saat hasil kerjanya sedang
sangat mengecewakan. Tuti merasa kurang pintar, tidak mampu bekerja
dengan baik, tidak berbakat di bidang penjualan, dan tidak mampu
memimpin dengan baik. Tapi melihat Hee Ah Lee, Tuti tidak bisa
berkata apa-apa lagi.

Berusaha mandiri

Guru piano pertama Hee Ah Lee selalu memperlakukannya dengan keras.
Beliau selalu berkata "Jangan bersikap seperti orang cacat. Tapi
bermain lah seperti orang normal." Hee Ah Lee berusaha mandiri dalam
segala hal. Berjalan, belanja, mandi, keramas, dan sebagainya. Hee Ah
Lee yang fisik dan mentalnya kurang sempurna telah membuktikan bahwa
dia bisa bangkit, berjuang, dan menang. Mengalahkan semua
kekurangannya dan mengubah hidupnya.

Ketika masuk kantor, Tuti segera mengajak semua anggota timnya untuk
rapat. Dia mengajak semua orang mencari peluang lain apa yang bisa
dilakukan untuk meningkatkan penjualan. Dalam rapat tersebut salah
seorang mengusulkan untuk mencoba menawarkan produknya kepada
perusahaan-perusahaan yang selama ini mereka hindari berdasarkan
asumsi bahwa perusahaan tersebut tidak memakai produknya. Tuti
setuju. Apa salahnya dicoba?

Ternyata tiga hari kemudian, perkembangan baik sudah mulai terlihat.
Dua dari perusahaan yang selama ini tidak pernah ditawari, ternyata
tertarik dengan produk mereka. Bahkan, pembicaraan sudah cukup jauh,
90% pasti jadi, padahal baru dua hari. Asal mau berusaha keras,
meskipun tampaknya mustahil, pasti ada jalan! Hee Ah Lee sudah
membuktikan. Never give up! You can do it!
(Sumber: bisnis.com)

Selengkapnya...